Saturday 9 May 2015

Konferensi Meja Bundar Pengobat Gundah


Kapan kita paling mengetahui apa yang kita kerjakan telah
Komitmen 600-an peserta dari 47 negara.  
maksimal dan optimal?

Sekitar dua minggu lalu, sehabis mengikuti kongres pemuda se-Asia Pasifik, malamnya saya dan beberapa teman dari Sumba melakukan refleksi kecil-kecilan di meja bundar resto hotel (yang akhirnya saya pakai menjadi judul post ini hehe), dan hasilnya sama: selama ini kami berpikir telah melakukan banyak, nyatanya berdampak kecil, lebih parah lagi, ternyata kami belum melakukan hal yang paling esensi. Saya contohnya, sebelumnya saya oke-oke saja dengan jadwal kegiatan yang saya lakukan yang kejar-kejaran dengan deadline. Ke-‘oke-oke’-an saya itu merupakan bentuk kompensasi dari kekurangmampuan versus waktu. Haha.

Maksudnya begini, saya tau pekerjaan melakukan transformasi itu sulit. Walaupun dikerjakan bersama-sama, -saya tidak akan melupakan jargon andalan kemitraan-, tetap akan sulit. Dan mungkin juga lama. Lama sekali. Mengelola tim, mengelola kemitraan dengan berbagai pihak untuk mengusahakan transformasi tersebut (yang artinya mendorong berbagai pihak menuju transformasi) yang kesannya menyita 85% hari-hari manusia, adalah yang paling optimal. Untungnya Tuhan mengingatkan saya dengan sense of humor-nya yang keren ini. Sebuah ironi bahwa transformasi terjadi bukan terjadi karena besarnya, banyaknya, lamanya sebuah intervensi.

Banyak hal besar di depan yang perlu dilakukan untuk men-tackle isu-isu sosial di Sumba: eksploitasi anak, perhambaan, gizi, putus sekolah, anak hamil di luar nikah, misinterpretasi budaya, dan banyak lagi yang terlewat dari list saya. Semuanya harus kita selesaikan dengan berbagai intervensi. Banyak dari isu tersebut bisa terselesaikan tergantung dari para pembuat kebijakan dan keputusan dari pemerintah dan gereja. Membahas tidak terselesainya masalah, ketidakpedulian atau ketidakmampuan para pembuat kebijakan dan keputusan (apalagi kalau didengar berulang-ulang), ditambah lagi dengan cerita kegagalan-kegagalan pribadi  sama saja akan membuat kita makin terdemotivasi.

Dua hari lalu, setelah pulang dari cuti seminggu, di tengah kekusutan pikiran saya, saat-saat semangat mulai tenggelam dan mengendap dan berganti menjadi hampir-skeptis, seorang teman saya mengingatkan saya untuk bertemu. Bertemu apa? Ternyata sebelumnya kami telah punya rencana untuk melakukan mentoring anak yang metodenya mirip MLM. Wah, ternyata kegalauan dan kegundahan hati bisa membuat lupa dan tidak fokus! Ya, reminder dari teman ini kembali memberikan suntikan energi untuk kembali fokus dan mulai bergerak dari hal-hal yang paling mungkin dilakukan bersama-sama dengan orang-orang yang paling antusias melakukan perubahan.

Dan karena Tuhan memang selalu mengatur segala sesuatunya dengan baik, maka setelah itu saya juga mendapat reminder dari teman lainnya untuk segera datang ke kantornya siangnya. Untuk apa? Ternyata dua minggu lalu kami telah membicarakan tentang hal yang sama, yaitu mementor pengurus forum anak Sumba Timur. Ketika saya mencari referensi mentoring ke teman lain, teman ini juga mengingatkan saya bahwa dia telah berdiskusi dengan seorang ahli mentoring dan membicarakan kemungkinan untuk datang ke Sumba. Esoknya, ketika membuka facebook, message dari teman lainnya juga membicarakan hal yang sama, ia juga membicarakan kemungkinan membagikan pengalaman mentoring seorang ahli mentor ke gereja-gereja di Sumba, sehingga ini menjadi kegerakan massal untuk membantu anak-anak bertumbuh semakin berprestasi dan berintegritas selain menjawab persoalan kekurangan tenaga mentor untuk anak. Jadi kami mementor beberapa anak, setelah anak tersebut mencapai indikator-indikator tertentu, mereka pun dapat mementor anak lainnya.

Konferensi meja bundar yang berlangsung hingga larut malam tempo hari dan obrolan, konseling, dan coaching dengan teman-teman membuat saya tersadar kembali. Padatnya kegiatan yang memenuhi jadwal kita tidak menjamin optimalnya pekerjaan. Saatnya berhenti sejenak. Refleksi dan discernment itu penting. Kita perlu merasakan penyertaan Tuhan melalui mengingat hal-hal baik yang kita alami selama melakukan proses transformasi bersama dengan transformers lainnya. Dan terus berbenah diri dari kekurangan-kekurangan selama ini. Diam-diam saya pun bersyukur, Tuhan tidak lama-lama membiarkan saya galau-galau gak jelas. Back to life, back to reality. Saat menulis ini saya cekikikan sendiri, tidak habis pikir kenapa saya tiba-tiba menjadi sosok galaugundahgulana sesaat kemarin. Hahaha.

Apakah kita maksimal dan optimal? Kita selalu mengusahakannya, For sure, He always provides us best answers. 

Sumber Gambar: https://www.facebook.com/414Window/photos/a.179668342111403.45096.156099101134994/826664760745088/?type=1

7 comments:

  1. Jadi apa cuk yang akan kamu lakukan secara konkrit untuk berbenah diri demi masa depanmu dan pelayananmu yang lebih baik?

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. Bagus cuk lanjutkan

    jangan lupa Promoin tulisan di blog ku tentang hiking kita kemarin http://travelsucker.blogspot.com/2015/05/hiking-and-journey-to-top-of-mount.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, mana blog lamamu, Pol?

      Delete
    2. Masih ada, itu kan blog alay blog artis2an dibuang sayang ajanya itu, uda terlanjur termasyur dimana2 jadi sayang di-CLOSE, ini blog baru lagi, msh banyak blog2 lain, aku kan gak kyk kellen bikin blog trus hapus trus biikin lagi

      Delete
  3. Manta, Pince memang selalu memiliki pikiran2 aneh untuk dituliskan. Saya juga turut berefleksi lewat tulisanmu ini. Banyak kebiasaan produktif yang tergantikan oleh rutinitas saat ini yang cukup membosankan. Ayok, latihan lagi. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah makasih lah bang, tersanjung awak bisa berefleksi pulak dibikin tulisan yg tak.seberapa ini seorang titisan Marx yg sudah bermetamorfosa menjadi maestro cashew (hahaha)

      Delete