Kapan kita
paling mengetahui apa yang kita kerjakan telah
maksimal dan optimal?
![]() | |||||
Komitmen 600-an peserta dari 47 negara. |
Sekitar dua
minggu lalu, sehabis mengikuti kongres pemuda se-Asia Pasifik, malamnya saya
dan beberapa teman dari Sumba melakukan refleksi kecil-kecilan di meja bundar
resto hotel (yang akhirnya saya pakai menjadi judul post ini hehe), dan hasilnya sama: selama ini kami berpikir telah
melakukan banyak, nyatanya berdampak kecil, lebih parah lagi, ternyata kami
belum melakukan hal yang paling esensi. Saya contohnya, sebelumnya saya oke-oke
saja dengan jadwal kegiatan yang saya lakukan yang kejar-kejaran dengan deadline. Ke-‘oke-oke’-an saya itu
merupakan bentuk kompensasi dari kekurangmampuan versus waktu. Haha.
Maksudnya begini,
saya tau pekerjaan melakukan transformasi itu sulit. Walaupun dikerjakan
bersama-sama, -saya tidak akan melupakan jargon andalan kemitraan-, tetap akan
sulit. Dan mungkin juga lama. Lama
sekali. Mengelola tim, mengelola kemitraan dengan berbagai pihak untuk
mengusahakan transformasi tersebut (yang artinya mendorong berbagai pihak
menuju transformasi) yang
kesannya menyita 85% hari-hari manusia, adalah yang paling optimal. Untungnya
Tuhan mengingatkan saya dengan sense of
humor-nya yang keren ini. Sebuah ironi bahwa transformasi terjadi bukan
terjadi karena besarnya, banyaknya, lamanya sebuah intervensi.
Banyak hal besar
di depan yang perlu dilakukan untuk men-tackle
isu-isu sosial di Sumba: eksploitasi anak, perhambaan, gizi, putus sekolah, anak hamil di luar nikah, misinterpretasi budaya, dan banyak lagi yang terlewat dari
list saya. Semuanya harus kita selesaikan dengan berbagai intervensi. Banyak dari
isu tersebut bisa terselesaikan tergantung dari para pembuat kebijakan dan
keputusan dari pemerintah dan gereja. Membahas tidak terselesainya masalah,
ketidakpedulian atau ketidakmampuan para pembuat kebijakan dan keputusan
(apalagi kalau didengar berulang-ulang), ditambah lagi dengan cerita kegagalan-kegagalan
pribadi sama saja akan membuat kita
makin terdemotivasi.
Dua hari lalu,
setelah pulang dari cuti seminggu, di tengah kekusutan pikiran saya, saat-saat
semangat mulai tenggelam dan mengendap dan berganti menjadi hampir-skeptis,
seorang teman saya mengingatkan saya untuk bertemu. Bertemu apa? Ternyata
sebelumnya kami telah punya rencana untuk melakukan mentoring anak yang
metodenya mirip MLM. Wah, ternyata kegalauan dan kegundahan hati bisa membuat
lupa dan tidak fokus! Ya, reminder
dari teman ini kembali memberikan suntikan energi untuk kembali fokus dan mulai
bergerak dari hal-hal yang paling mungkin dilakukan bersama-sama dengan
orang-orang yang paling antusias melakukan perubahan.
Dan karena Tuhan
memang selalu mengatur segala sesuatunya dengan baik, maka setelah itu saya
juga mendapat reminder dari teman
lainnya untuk segera datang ke kantornya siangnya. Untuk apa? Ternyata dua
minggu lalu kami telah membicarakan tentang hal yang sama, yaitu mementor
pengurus forum anak Sumba Timur. Ketika saya mencari referensi mentoring ke
teman lain, teman ini juga mengingatkan saya bahwa dia telah berdiskusi dengan
seorang ahli mentoring dan membicarakan kemungkinan untuk datang ke Sumba.
Esoknya, ketika membuka facebook, message dari teman lainnya juga
membicarakan hal yang sama, ia juga membicarakan kemungkinan membagikan
pengalaman mentoring seorang ahli mentor ke gereja-gereja di Sumba, sehingga
ini menjadi kegerakan massal untuk membantu anak-anak bertumbuh semakin
berprestasi dan berintegritas selain menjawab persoalan kekurangan tenaga
mentor untuk anak. Jadi kami mementor beberapa anak, setelah anak tersebut
mencapai indikator-indikator tertentu, mereka pun dapat mementor anak lainnya.
Konferensi meja
bundar yang berlangsung hingga larut malam tempo hari dan obrolan, konseling,
dan coaching dengan teman-teman
membuat saya tersadar kembali. Padatnya kegiatan yang memenuhi jadwal kita
tidak menjamin optimalnya pekerjaan. Saatnya berhenti sejenak. Refleksi dan discernment itu penting. Kita perlu
merasakan penyertaan Tuhan melalui mengingat hal-hal baik yang kita alami
selama melakukan proses transformasi bersama dengan transformers lainnya. Dan terus berbenah diri dari
kekurangan-kekurangan selama ini. Diam-diam saya pun bersyukur, Tuhan tidak
lama-lama membiarkan saya galau-galau gak jelas. Back to life, back to reality.
Saat menulis ini saya cekikikan sendiri, tidak habis pikir kenapa saya
tiba-tiba menjadi sosok galaugundahgulana sesaat kemarin. Hahaha.
Apakah kita
maksimal dan optimal? Kita selalu mengusahakannya, For sure, He always provides
us best answers.
Sumber Gambar: https://www.facebook.com/414Window/photos/a.179668342111403.45096.156099101134994/826664760745088/?type=1
Sumber Gambar: https://www.facebook.com/414Window/photos/a.179668342111403.45096.156099101134994/826664760745088/?type=1
Jadi apa cuk yang akan kamu lakukan secara konkrit untuk berbenah diri demi masa depanmu dan pelayananmu yang lebih baik?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteBagus cuk lanjutkan
ReplyDeletejangan lupa Promoin tulisan di blog ku tentang hiking kita kemarin http://travelsucker.blogspot.com/2015/05/hiking-and-journey-to-top-of-mount.html
Hahaha, mana blog lamamu, Pol?
DeleteMasih ada, itu kan blog alay blog artis2an dibuang sayang ajanya itu, uda terlanjur termasyur dimana2 jadi sayang di-CLOSE, ini blog baru lagi, msh banyak blog2 lain, aku kan gak kyk kellen bikin blog trus hapus trus biikin lagi
DeleteManta, Pince memang selalu memiliki pikiran2 aneh untuk dituliskan. Saya juga turut berefleksi lewat tulisanmu ini. Banyak kebiasaan produktif yang tergantikan oleh rutinitas saat ini yang cukup membosankan. Ayok, latihan lagi. :)
ReplyDeleteWah makasih lah bang, tersanjung awak bisa berefleksi pulak dibikin tulisan yg tak.seberapa ini seorang titisan Marx yg sudah bermetamorfosa menjadi maestro cashew (hahaha)
Delete