Thursday 2 October 2014

Renungan-renungan Sepele di Tahun Baru

Barusan, ketika saya membaca-baca lagi postingan lama saya di blog ini baru saya menyadari betapa pentingnya saya menuliskan refleksi saya setiap bulan setidak-tidaknya. Saya jadi menyadari banyak hal-hal sepele yang patut saya syukuri. Ketika saya membaca tulisan-tulisan yang sebenarnya masih sangat sedikit ini saya diingatkan lagi akan rasa gembira yang saya alami saat itu melalui detail-detail yang tadinya sudah saya lupakan.

1 Oktober lalu, organisasi kami baru saja mengadakan ibadah syukur  dan berbuka 30 jam puasa  karena telah  melewati setahun fiscal 2014 dan menyambut fiscal 2015. Saat ibadah berlangsung, saya mengingat banyak hal yang terkesan sepele sepanjang fiscal 2014.

Saya mulai mengingat rangkaian perayaan Hari Anak Nasional di Sumba Timur yang cukup menyita waktu sejak April hingga puncaknya di Juli. Mulai dari perlombaan-perlombaan tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten. Saya masih ingat saat itu saya sampai sakit dan didiagnosa tipus oleh dokter. Lucunya, diagnosa itu datang ketika 4 hari sebelum hari pertemuan kwartal staf. Jauh-jauh hari sebelumnya saya sangat antusias akan pertemuan itu karena tidak seperti biasanya, kwartal kali itu (Juni) diisi dengan games sepanjang hari. Saya terpaksa mendelegasikan banyak kegiatan tingkat kecamatan kepada teman-teman setim karena masih sangat lemah dan harus bedrest di rumah keluarga Kak Vidri, teman saya.

Akhirnya pada hari H saya berangkat ke pertemuan kwartal di desa Wunga dalam status masih pusing dan pucat ditambah suara yang masih parau dan pendengaran yang masih terganggu karena batuk parah. Sesampainya  di Wunga, entah bagaimana saya jadi sangat bersemangat, saya mulai dengan membangun tenda, masak, mencari kayu bakar sampai terpanggang sinar matahari. Aneh bin ajaib tiba-tiba saja sambil camp di Wunga selama 2 hari suara saya tiba-tiba saja pulih, saya juga lupa kapan kepala saya tidak pusing lagi, bahkan ketika berlari-lari dan loncat-loncatan, perut saya juga menjadi sangat normal (kecuali mengalami serangan mencret setiap makan pisang goreng haha)

Berkali-kali setelah itu saya hampir-hampir harus jatuh sakit (di antaranya karena manajemen waktu yang kurang baik haha), namun ajaibnya lagi setiap pagi saya hendak mengajukan ijin sakit ke atasan, saya lebih sering terdorong untuk langsung bersiap-siap dan akhirnya berangkat kerja dan sesampainya di lapangan, segala sakitpun hilang.

Beberapa kali saya merasa kecewa karena hal-hal berjalan di luar rencana, karena hasil kegiatan tidak seperti yang saya harapkan, atau tanggapan orang lain tidak seperti yang saya duga. Namun ajaibnya, dalam perjalanan saya pulang atau setelahnya selalu saja ada ‘penghiburan’ yang sengaja dipertontonkan di hadapan saya.

Satu kali saya baru saja pulang dari salah satu desa, berargumen dengan beberapa orang karena acara diselipi ‘acara’ mabuk massal, beberapa orang menjadi lepas kendali dan mulai menunjuk-nunjuk teman setim saya dan mulai meracau tidak jelas tentang organisasi kami. Para pemabuk tersebut tidak terima ‘disamperin’ oleh saya, mereka mulai menyebut-nyebut asal institusi dan garis keturunan mereka dengan harapan saya akan merasa terintimidasi. Kekecewaan saya bertambah karena acara saat itu berjalan semrawut dan orang-orang di desa tersebut tidak terlihat terlalu terganggu dengan aksi mabuk-mabukan tersebut, ditambah lagi tak seorang pun dari mereka berusaha menyelamatkan situasi saat itu, tidak melakukan aksi perlindungan yang signifikan bagi saya dan teman saya yang nota bene sama-sama perempuan dan bukan orang local. Seakan-akan menikmati perdebatan alot tersebut, Orang-orang baru memberi tahu saya bahwa orang-orang yang saya berargumen dengannya itu adalah orang-orang mabuk setelah kami berdebat panjang lebar.

Saat pulang ke rumah, tak jauh dari mulut gang, ada sekumpulan bocah yang adalah anak-anak sekolah minggu saya. Biasanya saya menyapa mereka sepulang kerja. Hari itu, acara sapa-menyapa kami menjadi tidak biasa karena tiba-tiba saja kumpulan bocah itu mengejar saya dari tempat mereka bermain, mereka berlomba-lomba berlari kea rah saya dan meraih tangan saya, “Horeee…kaka Pince pulang! Kaka Pinceeeee….” Mereka berlomba-lomba memanggil nama saya dan berebutan menggandeng dan memeluk saya hingga saya sampai di gerbang rumah. Dalam hati saya sedikit heran, biasanya anak-anak hanya memanggil nama saya dengan (agak) heboh, tapi tidak pernah sampai berebutan menggandeng atau memeluk saya. Namun, apapun itu, hari itu saya mulai mengacuhkan kejadian di desa yang sempat membuat saya merasa ‘agak bodoh’ dan malahan akhirnya sangat bersukacita karena pelukan dan keceriaan dari anak-anak tersebut.

Itu hanya satu contoh mewakili ribuan penghiburan yang selalu saya terima tanpa saya duga-duga, belum lagi perlakuan-perlakuan sepele dari teman-teman seorganisasi  yang lucu-lucu-ngeselin-nggemesin yang mana ketika saya sedang down, selalu membuat saya tersenyum-senyum sendiri. Kejadian-kejadian miskom yang selalu dijadikan olok-olokan massal di kantor, reaksi teman-teman yang berlebihan membuat sesuatu yang tadinya gak penting jadi headline news, kesaksian-kesaksian doa di hari Selasa adalah sebagian kecil saja yang menjadi hiburan-hiburan ‘sepele’ saya.


Setiap orang di organisasi ini pasti merasakan hal yang sama seperti saya. Merasakan sedikit kekecewaan, tapi lebih banyak bersyukur karena kejutan-kejutan ‘sepele’ yang Tuhan munculkan dengan berbagai cara selalu menanti tanpa pernah kita prediksi. Ia pastilah mendorong kita untuk membuka setiap pintu yang ada untuk menikmati kejutan-kejutan tersebut.