Tuesday, 26 May 2015

Diberu-diberu


Tentang Ibu, Mama, Mamak, Mami, Bunda, selalu punya cerita tersendiri. Kecerewetan, kehebohan, kelemahlembutan, ketelatenan mereka selalu meninggalkan perasaan nano-nano di hati.

Sebulan lalu, saya, adik saya (Peni), dan teman-teman semasa sekolah dan kuliah (Randi dan Paulina) melakukan trekking dadakan di Berastagi sekitarnya. Bukan hanya rutenya yang dadakan, kejutan demi kejutan dadakan pun kami temukan silih berganti sepanjang perjalanan.

Saat menuju Desa Raja Berneh, tempat tinggal Randi, tiba-tiba saja Paulina terlempar dari motor. Karena kaget, baik Paulina maupun kami bertiga hanya melongo lalu berganti-gantian melihat Paulina, jalanan, motor dan ojek yang membonceng Paulina. Karena bingung juga mau diapain akhirnya kami dan Paulina hanya pergi ke Puskesmas untuk memeriksa luka. Kejutan pertama. Kejutan kedua adalah ketika Bidan Puskesmas meminta Paulina mengoleskan minyak urut saja ke luka-lukanya. Jadi tidak ada intervensi negara, dalam hal ini Puskesmas, untuk menyembuhkan lukanya.

Kami  disambut dengan ajakan minum teh oleh Ibu dan abang[1] Randi sesampainya di rumah Randi. Bang S[2], abang Randi, dan Ali, adik laki-laki Randi langsung mengajak kami berdiskusi ke rumah sebelah, kelihatannya serius.

“Kenapa baru datang jam segini?” Bang S, sambil mengepulkan asap rokoknya menuding jam yang sudah menunjukkan jam sepuluh pagi (atau siang). Dia kemudian menjelaskan bahwa untuk menuju tempat tujuan trekking kami itu seharusnya dimulai sejak subuh. Saya menjawab bahwa kami sudah bersedia menginap di tengah jalan dengan membawa tenda (calon) rakitan sendiri dan perlengkapan lain. Ali juga menambahkan bahwa rute trekking tersebut sangat berbahaya dan belum pernah dilewati wisatawan umum. “Lagipula, minimal perbandingan laki-laki dan perempuan setim yang mau naik ke atas harus minimal 50:50” Bang S tidak menerima argument saya bahwa kami bukan perempuan sembarangan, bahwa kami sanggup naik ke sana dan siap tanggung resiko.

“…dan yang paling penting…” Bang S dalam posisi yang paling serius, dan masih menggunakan bahasa Batak Karo yang serius, “Mamak tidak mungkin memberi ijin ke sana…” sambil menunjuk Randi ia masih terus menghisap rokoknya. “sejak kemarin Mamak sudah bersikeras tak akan member Randi ijin ke sana” Randi hanya tertunduk lemas. Saya hanya shock terobek-robek karena sudah sampai di Raja Berneh dalam kondisi flu berat dan batuk, dan dengan ekspektasi yang tinggi. Paulina hanya diam, mungkin karena masih menyesali lengannya yang encok, atau masih bingung memikirkan kenapa ia terjatuh, atau karena memang tidak mengerti bahasa yang kami pakai dalam duplik-replik rute perjalanan tersebut.

“tapi masih bisa diusahakan, kita akan lewat jalur lain saja yang tidak terlalu berbahaya, pasti Mamak mengijinkan, kita ambil jalur pendek saja…” akhirnya Bang S (mungkin) karena tidak tega melihat wajah kami yang kuyu lesu, menawarkan solusi.

Belum sempat kami menarikan tarian hore-hore, Ibu Randi masuk ke ruangan, seperti yang diduga sebelumnya, beliau menolak mentah-mentah ide trekking itu. Bang S, sesuai skenario awal, mengadvokasi Ibu Randi agar memberi ijin dengan mengajukan proposal trekking jalur lain, yang konon, lebih singkat, lebih aman untuk perempuan. Namun, nyatanya Ibu Randi tetap konsisten tidak mengijinkan.

“kalian ini diberu-diberu (perempuan-perempuan), nakku[3]…” Ibu Randi mulai menasehati kami, dengan bahasa Batak Karo, “kurang pas melewati rute itu, itu sepi, banyak binatang buas, banyak setan, belum tentu si S ini bisa menjaga kalian. Saya sarankan kalian ke (gunung) Sibayak saja…”

Saya mulai mendongak tak percaya. Sibayak? Yang benar saja! Itu kan jalur ramai, apalagi saat hari libur, Sibayak hampir mirip lahan piknik yang dipenuhi para ABG dari SMA-SMA dan universitas-universitas Medan sekitarnya. Apa kata dunia, tiga orang professional muda (ditambah satu anak SMA hampir lulus, Si Peni, adik saya) yang (sok) haus petualangan dan orang kampung, harus naik gunung sibayak yang mainstream bingiiitssss dan seperempat perjalanannya bisa ditempuh dengan motooooor? Perjalanan kami harusnya diisi dengan arung jeram, melewati rute misterius dengan tim kecil, itulah defenisi liburan ala professional muda yang sebenarnya (versi Randi). Benar saja, Randi yang juga berpikiran sama, langsung beradu argumen dengan Ibunya. Mula-mula adu argumen itu berjalan layaknya talkshow elit di televisi, lama-kelamaan karena semua pihak makin putus asa, -ditambah Randi berusaha menyenangkan hati kami bertiga, para tamu-, suasana pun makin panas, nada bicara Randi maupun Ibunya makin meninggi meroket namun masih mendayu-dayu khas Karo.

“kalian boleh pergi, tapi kalau ada resiko apa-apa, saya tidak tanggung….” Ibu Randi akhirnya mengeluarkan ultimatum.

Siiiiiing…..
Suasana mendadak hening. Sesaat. Randi langsung melancarkan aksi replik-dupliknya. Berbagai jurus advokasi mulai dari metode  elit mediasi arbitrase dkk yang (ternyata) pernah ia pelajari saat mengambil kelas hukum bisnis, hingga metode paling tidak ilmiah seperti ngambek, balas ultimatum hingga marah-marah mengungkit-ungkit masa lalu sambil mengeluarkan air mata. Tetap saja Ibunya tidak menginjinkan dengan alasan utama merasa bertanggung jawab sebagai orangtua untuk menentukan ke mana anak perempuannya boleh pergi. Kejutan ketiga.

Sebagai penonton, saya, Paulina dan Peni hanya pasrah sambil mendukung Randi dari dalam hati. Terlepas dari fakta bahwa Paulina tidak mengerti bahasa Batak Karo sama sekali.

Singkatnya, akhirnya kami berangkat juga ke Gunung Sibayak setelah menyaksikan perdebatan alot selama 2 jam. Cerita lengkap perjalanan kami ditulis dengan indah, canggih dan elit oleh Paulina di sini. Saya tetap mensyukuri karena walaupun Gunung Sibayak, secara teknis kami tetap trekking alias benar-benar jalan kaki mulai dari rumah Randi hingga ke atas gunung dan pulangnya, ditambah lagi kami masih tetap harus jalan kaki ke sebagian besar destinasi-destinasi lainnya karena tidak menemukan angkutan umum.  

Perjalanan dua hari itu rencananya akan kami tutup dengan tambahan sehari untuk bersenang-senang menurut kebiasaan para professional muda (versi Paulina), yaitu karokean, makan-makan mahal, fitness dan menginap bertiga di hotel agak mahal di Medan. Namun sebelum terlaksana, saya  memanfaatkan hak veto saya seluas-luasnya dengan lebih dulu menolak dua ide terakhir karena kurang ekonomis. Fitness tidak masuk dalam daftar kesenangan saya, sedangkan menginap di hotel tidak membuat saya merasa lebih berbunga-bunga.  Pada dasarnya semua yang mahal dan gak nguatin kantong tidak saya sukai. Haha.

Sebelum berangkat ke Medan, saya meminta Paulina dan Randi ikut meminta ijin ke Ibu saya, sekedar pemberitahuan saja, saya yakin beliau memberi ijin pergi ke anak perempuannya yang mandiri dan telah dewasa ini. Sepanjang pengenalan saya, Ibu saya cukup moderat mendidik anak-anaknya. Apalagi saya hanya pergi sendiri tidak membawa Peni, adik sekaligus asisten serba bisa dan tangan kanan Ibu saya. Jadi, tidak akan ada adegan replik-duplik-zero-achieved yang makan waktu seperti saat di rumah Randi.

“Wah….jalan lagi? 3 hari?” Ibu saya memandang saya tak percaya ketika saya meminta ijin. Wajahnya yang tadinya ceria ketika melihat saya pulang langsung berubah jengkel. “gak kin[4] cukup jalan dua hari sama teman-temanndu[5]? Kam cuman lima hari nya di sini, masak lebih lama di luar daripada sama keluarga? Apalagi Kam masih sakit itu…” Peni masih berusaha membela saya dengan mengatakan bahwa kesempatan saya pulang kampung sangat langka dan harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dan tambahan bahwa flu dan batuk saya tiba-tiba sudah sembuh saat perjalanan ke Sibayak. “yah, tapi terserahndulah itu, kalau mau pergi pun gak bisa juga Mamak paksain, udah dewasa kok…” Ibu saya akhirnya menutup pembicaraan dengan metode umum ladies’ advocacy yang langsung menembak jantung pendengar utamanya. Kejutan keempat.

Saya segera bernegosiasi dengan Paulina dan Randi, membatalkan rencana hari ketiga kami, mengunjungi Enon, sahabat sejak SMP kami, yang baru melahirkan anak laki-lakinya, ditambah dengan mengajak makan malam murah meriah sebagai kompensasi ala professional muda (versi saya). Paulina tetap saja grumbling kepada keputusan last minute saya yang dihitungnya sebagai perencanaan dan keputusan paling plin-plan sepanjang tahun. Randi mencoba membesarkan hati saya dengan menekankan bahwa bersama-sama dengan keluarga adalah yang paling utama, apalagi dalam kunjungan pulang kampung yang sangat singkat ini. Bersenang-senang bersama teman-teman bisa dilakukan kapan saja.  Paulina masih tetap pada posisi Squidy versus Spongebob dan Patrick dengan mengingatkan Saya dan Randi bahwa perubahan-perubahan rencana liburan kami disebabkan karena masalah komunikasi kami yang kurang lancar dengan Ibu masing-masing.

Whatever lah, Paulina! Yang penting saya sudah bebas dari masa-masa kritis membuat keputusan hari itu. Dan mendapatkan empat kejutan dan banyak pencerahan dari Diberu-diberu[6] sepanjang hari-hari tersebut. Hahaha.



[1] Kakak laki-laki
[2] Namanya diinisialkan saja, demi efisiensi dan privasi
[3] Anakku: sapaan khas Batak Karo
[4] Kah: partikel khas Batak Karo
[5] Teman-temanmu: dialek Batak Karo
[6] Bahasa Batak Karo, artinya: Perempuan-perempuan

2 comments:

  1. Masih kurang komplit Cuk
    harusnya kau rangkum smua pembicaraan Randi sama Mamaknya
    kalau bisa pakai bahasa Karo sekalian..
    kenapa ga ada kata2 "Ula kam ngancam2" cuk?

    Btw pas Randi debat sama mamaknya kukira kata diberu-diberu itu artinya "DIBURU-BURU" ternyata melenceng jauh dari arti sebenarnya yah.. kirain karna perjalanan kita terkesan diburu-buru makanya kita dilarang LOL

    Tapi syukurlah Mamak Randi ngelarang2 kalau kupikir2 kita terlalu nekat dan "Sipanggaron" juga trekking ke tempat yang belum pernah kita lalui..

    dan kecewanya obsesi dengar suara seindah Batu Gioknya si Pincuk ini belum terwujud juga.. pdhl uda pengen awak rekam kali trus taro di yutub..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, iya ya...kupikir2 kepanjangan dialog randi sama Mamaknya, Pol. Padahal seru kali itulah, apalagi yg dia ngajak diskusi itu haha.
      Tunggu tahun depan, nanti pas aku begitu nyampe medan langsung di situ aja karokean, jangan tunggu hari lain lagi biar kesampaian kau dengar suara indahku haha

      Delete